Aku
termakan bualan kisah novel lagii, memang itu bukan kesalahan si pengarang, itu
murni kesalahan ku yang berlebihan mendalami hanya untuk sebuah cerita. Tapi
tetap saja aku tak bisa mengendalikan pikiranku, semuanya tak terkontrol,
kacau, seakan hidup yang kujalani seperti kisah cerita yang kubaca tapi bedanya
selalu berakhir bukan dengan happy ending beberapa selalu tergantung, entah
akan jatuh atau terbang ke langit atau mungkin terjun bebas.
Dia membuka sesi curhatnya dengan sedikit ceramah kisah hidupnya, aku termangu
dengan tangan yang memangku dagu persis seperti Dalton dengan gaya salah satu
sesi fotonya yang terkenal. Mengorek
telingaku beberapa kali, membersihkan kacamataku yang terkena debu, aku
melakukan semua itu selama ceramahnya belum berakhir.
“aku
bodoh, bodoh, kenapa melakukannya? Seharusnya aku tak seperti itu ...!!!
memalukan.. apa yang akan orang pikirkan ..” dia menggerutu
sambil memukul-mukul kepalanya, dan sedikit menjambak rambutnya yang sudah
kusut dan sentuhan akhirnya menutup mata didepanku.
“hei
untuk apa menyakiti tubuhmu? Kau akan menyakitiki tubuhku juga.. hentikan!!!”
aku menghentikan gerakan tangannya yang sudah mulai tak terkendali.
“hei
kawan, kenapa aku selalu mengingat hal-hal yang buruk ? ketika aku sedang diam
tiba-tiba berbagai ingatan-ingatanku kembali... membabi buta menyerang memory-ku,
membuatku harus menonton ulang kilasan ingatan yang harusnya kulupakan, tapi
itu malah membuatku merasa salah dengan apa yang kulakukan, ... aku tak bisa
menyortir ingatan-ingatan itu” dia termenung dengan
helaan nafas yang panjang. “apakah kau pernah mengalaminya kawan? Ingatan
yang kembali seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir... hal yang kau
sangat ingin lupakan tapi di saat tak terduga datang dengan membabi buta,
pernahkah kau mengalaminya?” Dia bertanya dengan gencarnya kepadaku bahkan
memegang kedua pundakku.
“kenapa
kau selalu kembali dengan masalah yang sama, maksudku dengan cerita yang sama”
aku menghela nafas tak kalah panjang darinya.
“aku selalu tak mengerti apa yang sedang kau
pikirkan, atau kau lakukan, aku akui terkadang kau aneh dengan semua sikapmu
dan membuat orang-orang menjaga jarak denganmu” sambungku dengan sikap yang
manis dan hangat, aku tak ingin dia merasa tak mempunyai siapapun disampingnya,
setidaknya aku masih selalu ada untuknya walau semua orang berpaling dan
memunggunginya ketika dia membuka mulutnya untuk bercerita.
“iya
aku memang menjaga jarak dengan lingkunganku, itu bukan karna semata-mata karna
aku yang menginginkannya tapi karna keadaan yang mendorongku seperti itu, aku
merasa dunia kami berbeda, bahwa aku tak mungkin memasuki hal yang tidak aku
mengerti dan bukan gayaku” dia menjelaskan alasan sikapnya
selama ini dengan merengut.
“apakah
itu karna lingkungan sekolahmu dulu? Atau lingkungan rumahmu?” tanyaku
memastikannya. “bisa dibilang seperti itu, karna dari kecil aku jauh dari
orang tua, kedekatanku dengan mereka pun agak kaku ... mungkin kedengarannya
aneh tapi memang begitulah, dari sana juga aku menjadi tak bisa cepat
beradaptasi dengan lingkungan baruku karna masa adaptasi yang keras di
sekolahku dulu” dia bercerita dengan panjang lebarnya sambil sesekali
melirikku.
Aku
memutar otakku, mencerna apa yang ia baru sampaikan. “apa cerita yang kamu sebut seperti
novel? Kisahmu yang mana?” sekali lagi aku bertanya tentang apa yang dia ceritakan,
“semuanya, kadang aku bisa memposisikan diriku sebagai pemeran pembantu
tokoh utama, atau kadang ceritaku aku ibaratkan seperti kisah disana, entahlah
... semua novel yang kubaca sepertinya merupakan mozaik-mozaik hidupku, aku mungkin
punya karakter seperti rahmi *Cintapuccino* malah menghindar ketika menyukai seseorang, tapi tidak di sifat yang
lainnya, aku mengibaratkan semua kejadian kebetulan yang aneh dengan pertanda #RahmiBanget atau mungkin seperti Ikal dan
Arai di “Sang Pemimpi“ yang mimpinya sangat indah dan terlampau tinggi
tapi happy ending di Edensor, aku? Pengen banget jadi backpacker ...
tapi selalu kesandung masalah sepele yang akhirnya tergantung di langit-langit
planning-ku .____. Atau aku akan berakhir seperti Alimah atau Riri (The
Fallen Angel) semoga aku menjadi pribadi seperti Riri, banyak hal lainnya
yang kuibaratkan dengan cerita orang... aku memang punya alterego sepertinya :D”
dia mengakhirinya dengan helaan nafas yang tak kalah panjang dari cerita
sebelumnnya. “ouhh.. complicated banget masalah lo, tapi apa yang membuatnya
jadi bermasalah? Rasanya ga ada salah sis..” aku mulai memakai bahasa alay
bin gaul :D
“ahh
lo ini lemot ya, apaan pake bahasa gituan lagi “ dia mulai menyindirku dengan
kata-kata yang kupakai tadi, mulai menyebalkan memang -____-. “masalahnya
endingnya yang selalu kutebak-tebak, ga pernah punya jalan keluar sendiri agak
menyedihkan memang ... tapi satu hal jangan pernah kamu MENGASIHANI-ku!!!
Aku benci orang yang berkata ‘kasihan’ kepadaku , cukup aku saja yang akan
menyelesaikan semua ending cerita-cerita gantungku ... cukup aku” dia
berbicara dengan segala ego-nya. “Kenapa kamu membenci orang berkata ‘kasihan’ kepadamu? “ aku bertanya dengan keheranan, “aku
merasa gagal menjadi diriku, itu alasanku” dia menjawabnya sambil berlalu
dari hadapanku.
Aku
terdiam, mungkin ini cerita menyakitkan ... pengalaman yang ingin dia lupakan,
aku hanya ingin menjadi pendamping cerita-ceritanya ... menjadi pendengar
kisah-kisah lamanya, mungkin aku akan mati kebosanan, mungkin aku akan
kelelahan, atau apapun ... aku akan tetap ada di sampingnya ... itu hal mutlak
yang bisa kulakukan, aku melihatnya berlalu dari hadapanku perlahan aku-pun
mulai menghilang dari cermin.
Cerita
sore itu menggantung di hadapan cermin, di sebuah halaman blog, di sepucuk
kertas menguning.
"B"