11 Okt 2012

Cerita gantung, titik #Notes


Aku termakan bualan kisah novel lagii, memang itu bukan kesalahan si pengarang, itu murni kesalahan ku yang berlebihan mendalami hanya untuk sebuah cerita. Tapi tetap saja aku tak bisa mengendalikan pikiranku, semuanya tak terkontrol, kacau, seakan hidup yang kujalani seperti kisah cerita yang kubaca tapi bedanya selalu berakhir bukan dengan happy ending beberapa selalu tergantung, entah akan jatuh atau terbang ke langit atau mungkin terjun bebas. Dia membuka sesi curhatnya dengan sedikit ceramah kisah hidupnya, aku termangu dengan tangan yang memangku dagu persis seperti Dalton dengan gaya salah satu sesi  fotonya yang terkenal. Mengorek telingaku beberapa kali, membersihkan kacamataku yang terkena debu, aku melakukan semua itu selama ceramahnya belum berakhir.

“aku bodoh, bodoh, kenapa melakukannya? Seharusnya aku tak seperti itu ...!!! memalukan.. apa yang akan orang pikirkan ..” dia menggerutu sambil memukul-mukul kepalanya, dan sedikit menjambak rambutnya yang sudah kusut dan sentuhan akhirnya menutup mata didepanku.

“hei untuk apa menyakiti tubuhmu? Kau akan menyakitiki tubuhku juga.. hentikan!!!” aku menghentikan gerakan tangannya yang sudah mulai tak terkendali.

“hei kawan, kenapa aku selalu mengingat hal-hal yang buruk ? ketika aku sedang diam tiba-tiba berbagai ingatan-ingatanku kembali... membabi buta menyerang memory-ku, membuatku harus menonton ulang kilasan ingatan yang harusnya kulupakan, tapi itu malah membuatku merasa salah dengan apa yang kulakukan, ... aku tak bisa menyortir ingatan-ingatan itu” dia termenung dengan helaan nafas yang panjang. “apakah kau pernah mengalaminya kawan? Ingatan yang kembali seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir... hal yang kau sangat ingin lupakan tapi di saat tak terduga datang dengan membabi buta, pernahkah kau mengalaminya?” Dia bertanya dengan gencarnya kepadaku bahkan memegang kedua pundakku.

“kenapa kau selalu kembali dengan masalah yang sama, maksudku dengan cerita yang sama” aku menghela nafas tak kalah panjang darinya.

 “aku selalu tak mengerti apa yang sedang kau pikirkan, atau kau lakukan, aku akui terkadang kau aneh dengan semua sikapmu dan membuat orang-orang menjaga jarak denganmu” sambungku dengan sikap yang manis dan hangat, aku tak ingin dia merasa tak mempunyai siapapun disampingnya, setidaknya aku masih selalu ada untuknya walau semua orang berpaling dan memunggunginya ketika dia membuka mulutnya untuk bercerita.

“iya aku memang menjaga jarak dengan lingkunganku, itu bukan karna semata-mata karna aku yang menginginkannya tapi karna keadaan yang mendorongku seperti itu, aku merasa dunia kami berbeda, bahwa aku tak mungkin memasuki hal yang tidak aku mengerti dan bukan gayaku” dia menjelaskan alasan sikapnya selama ini dengan merengut.

“apakah itu karna lingkungan sekolahmu dulu? Atau lingkungan rumahmu?” tanyaku memastikannya. “bisa dibilang seperti itu, karna dari kecil aku jauh dari orang tua, kedekatanku dengan mereka pun agak kaku ... mungkin kedengarannya aneh tapi memang begitulah, dari sana juga aku menjadi tak bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan baruku karna masa adaptasi yang keras di sekolahku dulu” dia bercerita dengan panjang lebarnya sambil sesekali melirikku.

Aku memutar otakku, mencerna apa yang ia baru sampaikan. “apa cerita yang kamu sebut seperti novel? Kisahmu yang mana?” sekali lagi aku bertanya tentang apa yang dia ceritakan, “semuanya, kadang aku bisa memposisikan diriku sebagai pemeran pembantu tokoh utama, atau kadang ceritaku aku ibaratkan seperti kisah disana, entahlah ... semua novel yang kubaca sepertinya merupakan mozaik-mozaik hidupku, aku mungkin punya karakter seperti rahmi *Cintapuccino*  malah menghindar ketika menyukai seseorang, tapi tidak di sifat yang lainnya, aku mengibaratkan semua kejadian kebetulan yang aneh dengan pertanda #RahmiBanget atau mungkin seperti Ikal dan Arai di “Sang Pemimpi“ yang mimpinya sangat indah dan terlampau tinggi tapi happy ending di Edensor, aku? Pengen banget jadi backpacker ... tapi selalu kesandung masalah sepele yang akhirnya tergantung di langit-langit planning-ku .____. Atau aku akan berakhir seperti Alimah atau Riri (The Fallen Angel) semoga aku menjadi pribadi seperti Riri, banyak hal lainnya yang kuibaratkan dengan cerita orang... aku memang punya alterego sepertinya :D” dia mengakhirinya dengan helaan nafas yang tak kalah panjang dari cerita sebelumnnya. “ouhh.. complicated banget masalah lo, tapi apa yang membuatnya jadi bermasalah? Rasanya ga ada salah sis..” aku mulai memakai bahasa alay bin gaul :D

“ahh lo ini lemot ya, apaan pake bahasa gituan lagi “ dia mulai menyindirku dengan kata-kata yang kupakai tadi, mulai menyebalkan memang -____-. “masalahnya endingnya yang selalu kutebak-tebak, ga pernah punya jalan keluar sendiri agak menyedihkan memang ... tapi satu hal jangan pernah kamu MENGASIHANI-ku!!! Aku benci orang yang berkata ‘kasihan’ kepadaku , cukup aku saja yang akan menyelesaikan semua ending cerita-cerita gantungku ... cukup aku” dia berbicara dengan segala ego-nya. “Kenapa kamu membenci orang berkata ‘kasihan’  kepadamu? “ aku bertanya dengan keheranan, “aku merasa gagal menjadi diriku, itu alasanku” dia menjawabnya sambil berlalu dari hadapanku.

Aku terdiam, mungkin ini cerita menyakitkan ... pengalaman yang ingin dia lupakan, aku hanya ingin menjadi pendamping cerita-ceritanya ... menjadi pendengar kisah-kisah lamanya, mungkin aku akan mati kebosanan, mungkin aku akan kelelahan, atau apapun ... aku akan tetap ada di sampingnya ... itu hal mutlak yang bisa kulakukan, aku melihatnya berlalu dari hadapanku perlahan aku-pun mulai menghilang dari cermin.

Cerita sore itu menggantung di hadapan cermin, di sebuah halaman blog, di sepucuk kertas menguning

"B"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar