20 Sep 2021

Review Film : Wadjda

Review film kali ini sih murni memang pengen bahas film timur tengah, rasanya jarang banget nonton film produksi timur tengah di layar kaca ataupun di platform semacam netfilx. Dulu pernah nonton children of heaven dan Turtles can fly, nah sekarang pas cari-cari di netflix ternyata memang ada beberapa film timur tengah dari Saudi arabia, Mesir, tidak banyak memang kebanyakan justru film tersebut tidak syuting di timur tengah. 


Kemudian nemu nih sejenis children of heaven, judulnya Wadjda (bahasa Arab: وجدة) adalah sebuah film kolaborasi Arab Saudi-German pada tahun 2012 yang ditulis dan disutradarai oleh perempuan bernama Haifaa al-Mansour. Film ini sebetulnya dibangun dengan ide yang simple, yaitu seorang anak perempuan ingin membeli sepeda dan ingin berlomba dengan seorang anak laki-laki yang merupakan teman sekaligus tetangganya. Tetapi karna budaya dan agama, Wadjda tidak bisa membelinya dengan mudah. Dia tidak diberikan uang untuk membelinya dan dilarang mengendarai sepeda oleh ibunya karna di Saudia tidak ada perempuan yang bersepeda.

Wadjda digambarkan memang anak yang berani dan mandiri walaupun masih sekolah madrasah (setara SD). Dia mulai berinisiatif untuk mengumpulkan uangnya sendiri untuk membeli sepeda, mulai dari menjual kaset rekaman lagu, membuat gelang prakarya kepada teman-temannya dan menjadi perantara seniornya untuk mengirim surat kepada pacarnya. Karna budaya sekolah yang ketat dan disiplin, perilaku Wadjda dianggap nakal sampai ibunya pun dipanggil ke sekolah.

Sementara itu, nenek Wadjda dari pihak ayahnya sedang mencari istri kedua untuk putranya karena ibu Wadjda tidak dapat memiliki anak lagi dan dia menginginkan seorang putra. Karna ayahnya yang tidak lagi pulang ke rumah, keuangan rumah Wadjda pun terganggu sehingga dia rela memberikan uang yang selama dia kumpulkan untuk sepeda kepada ibunya. Di sekolah, Wadjda memutuskan untuk berpartisipasi dalam Lomba Hafalan  Alquran yang berhadiah uang. Walaupun Wadjda menang tetapi ketika dia mengutarakan bahwa uang yang dia dapat untuk membeli sepeda tentu kepala sekolah dan semua murid kaget, karna tidak ada perempuan yang dengan terang-terangan ingin mengendarai sepeda ataupun kendaraan lainnya. Wadjda dianggap melawan norma & budaya oleh semua orang di sekolahnya.

Di beberapa negara timur tengah contohnya saudi, pemisahan antara laki-laki dan perempuan banyak diterapkan dalam fasilitas umum; yang paling kentara ya di sekolah seperti yang digambarkan dalam film ini. Dalam film ini, Wadjda bersekolah di sekolah khusus perempuan. Karena sekolah itu tertutup (khusus untuk perempuan), ketika mereka tiba di dalam sekolah, semua murid membuka jilbabnya. Begitu juga gurunya. Jadi, bayangan kita bahwa perempuan Saudi yang di balik abayanya yang biasa aja dan sederhana, ternyata enggak kayak gitu. Mereka sama sekali enggak tradisional dalam tampilan. Bu gurunya di dalam sekolah memakai kemeja kantoran dengan rambut disanggul. Begitu juga guru lain bahkan guru dengan rambut dicat pirang mengajar hafalan Quran. Tapi, di samping tampilan yang modern, ada nilai-nilai budaya yang tetap mereka pegang teguh, seperti membaca majalah, memakai kutek tidak mereka lakukan dan berduaan dengan yang bukan muhrim mendapat kecaman keras bahkan si perempuan akan langsung dinikahkan.

Film ini menggambarkan dengan baik bagaimana budaya di Saudi pada perempuan dan penerapan agama pada sistem sekolah dari sejak dini, ada yang mungkin pro dan kontra tetapi setiap negara memiliki budayanya masing-masing terlepas dari semua kritik yang diterima. Karna film diceritakan dengan perlahan dan mengangkat isu dengan melihat kejadian sehari-hari di Saudi arabia sehingga kita diajak mengerti darimana sudut pandang dalam film ini didapatkan.  Tokoh Wadjda dan ibunya yang senantiasa ada dan mengerti untuk satu sama lain juga menjadi nilai tambah bagaimana Wadjda berkembang.

Bagi penikmat film hollywood ataupun film pada umumnya, film ini memang terkesan datar dan tidak ada klimaks tetapi harus diakui bahwa film ini secara keseluruhan menampilkan Saudi Arabia dari kacamata mereka sehingga kita bisa melihat bagaimana perempuan terbatas dalam kesehariannya. Beruntunglah kita bisa dengan mudah belajar dan naik sepeda saat kecil, masih bisa pinjem sepeda ke tetangga atau main bareng dengan anak-anak di deket rumah. 😊😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar