Mari kita berbicara tentang "Laskar Pelangi" yang menjadi bagian dalam " my version of the Greatest Book".

Banyak daerah di indonesia yang masih jauh dari kata layak bila dibandingkan dengan kota-kota besar dalam hal pendidikan.
Bahwa kita semua yang mengenyam pendidikan dengan mudah harus bisa mensyukurinya, ketika melihat laskar pelangi kita bisa melihat geliat menuntut pendidikan yang sangat tinggi, bahwa mereka ingin terus berkembang setiap hari pergi sekolah walaupun harus menempuh puluhan kilo bahkan dengan keadaan yang tidak memungkinkan. Tapi yang membuatnya lebih terasa spesial adalah bagaimana mereka menikmati saat-saat bersekolah, bermain dan menjalani kehidupan dengan rasa syukur yang sama seperti kita pada umumnya walaupun dengan semua keterbatasan. Sekolah yang hanya sepuluh orang, kelas yang hampir rubuh yang setiap hujan bocor, dan ketika ujian harus menumpang ke sekolah lain karna kurangnya siswa.
"Belajar adalah hiburan yang membuatnya lupa pada seluruh penat dan kesulitan hidup. Buku baginya adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan baru agar ia mampu mengayuh peda menantang angin setiap hari. – Lintang"
"Hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya - Pak harfan"
Ada banyak "Lintang" lainnya di Indonesia yang tidak bisa menikmati pendidikan karna keadaan, tidak tersentuh oleh pemerintah; mereka yang harusnya menikmati masa kecil dan pendidikan tetapi harus dipaksa menerima keadaan.
Aku juga menyaksikan betapa menyedihkannya ketika seseorang tak bisa memilih keadaan bagaimana dia ingin hidup, tak bisa bersekolah dan bermain selayaknya orang lain. Cerita kecil ketika aku sekolah madrasah (setara SD); dulu aku hanya merasa hidup yang cukup dan tentram tak merasa ada jurang dalam kehidupan kita, tetapi yang membuatku sadar adalah ketika sahabat terdekatku bahkan tak bisa melanjutkan sekolah ke tingkat menegah pertama setelah kelulusan kami. Aku merasa bagaimana hidup bisa begitu tak adil baginya, dia seorang yatim piatu dibuang oleh pamannya dan hidup dengan bibinya yang mempunyai banyak anak; bagaimana dia bisa egois dengan meminta sekolah sedangkan adik dan kakak kandungnya bahkan terpecah dan tidak bersekolah. Aku melanjutkan sekolah ke tingkat menengah pertama kemudian tinggal di asrama sekolah dan aku bahkan tak bisa menemui sahabatku untuk melepasnya pergi ke kehidupan nyata yang keras, Maafkan aku kawan.
Aku bahkan tersedu ketika mengingatnya, maafkan ketika kehidupan terlalu keras padamu dan diriku yang tak punya daya; hanya mengucap selamat tinggal di hari yang panas dan berangin.
Aku begitu terpikat dengan laskar pelangi yang seolah mewakili kisahku, seorang yang harus menyaksikan bagaimana kehidupan bisa begitu indah dan kejam pada seseorang. Ketika kegembiraan dengan setiap karakter di laskar pelangi yang begitu melekat menjadikan kita seperti menjadi bagian dari mereka, menikmati canda dan tawa tetapi kemudian kita sadar bahwa setiap kehidupan memiliki berbagai fase didalamnya ada tawa ada tangis; ada pertemuan ada perpisahan. Begitulah Laskar Pelangi mengantarmu ke dalam berbagai fase itu, hanya dalam satu buku.
Ketika berbicara tentang Laskar Pelangi kita tak bisa hanya membahasnya dalam satu uraian, ini hanya pembuka dalam rangkaian seri tulisan #laskarpelangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar