Menurut
sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat
Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada
umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis
(ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan
bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa
turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
(Isminingsih, 1978).
Pada
awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring
kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka
semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis
adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna
bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun saat ini
penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis
namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek
moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan, perancangan
busana dan pewarnaan tekstil pada umunya. Kain yang menggunakan zat warna alam
memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni
dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Hal ini
bisa dijadikan peluang usaha bagi masyarakat luas yang dapat memanfaatkan zat
warna alam tersebut dengan baik dan bijaksana.
Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran atau lalapan dan dipercaya masyarakat mampu melancarkan air susu ibu dan mempercepat pemulihan tenaga bagi orang yang sakit (Soeseno 1984) tetapi daun
katuk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan saja, berdasarkan kandungan kimia pada daunnya, daun katuk juga
bisa digunakan untuk zat warna alam.
Toksonomi
tanaman katuk menurut Backer dan Brink (1963) dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :
Dicotiledoneae
Sub kelas :
Monochleamydae (Apetalae)
Bangsa :
Euphorbiales
Suku :
Euphorbiceae
Marga :
Sauropus
Jenis :
Sauropus androgynus
L Merr
Tanaman ini memiliki susunan daun seolah-olah berdaun majemuk tetapi jika dilihat dengan seksama berdaun tunggal karena di ketiak daunnya terdapat bunga warna merah bercampur putih. Perawakannya berupa perdu dengan tinggi 2-3 meter dan batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin
berwarna hijau. Daunnya kecil dan menyirip ganda dengan jumlah anak daun
banyak,jumlah daun per cabang berkisar antara 11-12 helai. Warna daunnya hijau
gelap karena kadar klorofil yang tinggi
Menurut
R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat
diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan
penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan
pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon.
Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau
organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan
tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut
air.
Katuk
(Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat yang termasuk dalam famili
Euphorbiaceae. Kandungan kimia katuk adalah protein, lemak, kalsium, fosfat,
besi, vitamin A, B, C, steroid, flavonoid dan polifenol. Pemanfaatan tanaman
ini sebagai obat tradisional sangat bervariasi, seperti untuk pelancar ASI,
obat demam, obat bisul dan darah kotor. Selain itu akarnya berkhasiat sebagai
obat frambusia, susah kencing dan obat panas (ASTUTI, 1997).
Polifenol
adalah kelompok zat kimia ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas
yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan
dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun pada musim gugur.
Sebagaimana kita ketahui Polifenol
adalah senyawa yang mempunyai lebih dari satu senyawa fenol. Senyawa fenol dan
glikosida fenolik dengan beberapa jenis yang berbeda tersebar luas di alam dan
ditemukan dalam banyak kelas dari komponen alam yang
mempunyai cincin aromatik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam
air karena umumnya seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan
biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987).
Flavonoid adalah suatu kelompok
senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan
zat warna merah, ungu dan biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan
dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom
karbon, dua cincin benzena bergabung dengan rantai karbon tiga linier.
Secara umum kromogen plavonoid mengandung gugus,
biasaya pada posisi 3, 5, 7, 3’ dan 4’ senyawa dengan R1 = H dikenal dengan
flavonon, sedang bila dibanding flavonols. Beberapa contoh yang dikenal baik
adalah
Persian Barries (R1=R2=R4=R5=
-OH ; R3=OCH3)
Quersin ((R1=R2= R3=R4=R5= -OH ) |
Weld (R1=H; R2= R3=R4=R5=
-OH )
Flavonoid umumnya berwarna kuning dan intensitas cahayanya akan lebih kuat bila gugus pada posisi yang berdekatan adalah gugus OH, contoh R4=R5= OH. Turunan flavonoid seperti maclurin merupakan benzofenon yang tersubstitusi dan mempunyai warna kuning kecoklatan
Pewarna
alam tersebut akan memberikan warna kuning kecoklatan pada wol dan sutra ketika
dicelup dengan cara dimordan dengan alumunium. Flavonoid selain dalam daun
katuk juga dapat ditemukan pada bunga-bungaan, jeruk dan ceri. ( Bahan ajar
praktek kimia zat warna, 2005)
DAFTAR
PUSTAKA
Sebenarnya artikel diatas hasil gerilya kelompok aku, untuk bahan praktikum Kimia Zat Warna setelah berbagai pertimbangan dan bahan yang rata-rata sudah di *booking* kelompok lain, kami memutuskan memakai daun katuk untuk bahan pembuatan zat warna alam. :P
- ASTUTI, Y., B. WAHJOEDI dan M.W. WINARNO. 1997. Efek diuretic infus akar katuk terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat 3(3): 42-43.
- Bahan ajar praktek kimia zat warna, STTT, Bandung, 2005
- H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai Pustaka,Jakarta
- Isminingsih (1978), Pengantar Kimia Zat Warna, STTT, bandung.
- J.B. Harborne, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, (Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro), Penerbit ITB, Bandung, 1987
Tunggu update terbaru tentang pembuatan zat warna alam dari bahan daun
katuk (masih dalam proses ekstraksi J ).
NB : UPDATE XD
Ekstraksi ! (dari kiri) batang nangka, kulit buah manggis, daun mengkudu, daun katuk :P
daun katuk *kasih garem lansung jadi sayur :PP*
Hasil ekstraksi pertama
mencoba mencelup dengan filtrat hasil ekstraksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar