9 Mar 2013

[ Artikel ] Daun Katuk Sebagai Zat Warna Alam


Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu: pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).
Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun saat ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan, perancangan busana dan pewarnaan tekstil pada umunya. Kain yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Hal ini bisa dijadikan peluang usaha bagi masyarakat luas yang dapat memanfaatkan zat warna alam tersebut dengan baik dan bijaksana.
Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran atau lalapan dan dipercaya masyarakat mampu melancarkan air susu ibu dan mempercepat pemulihan tenaga bagi orang yang sakit (Soeseno 1984) tetapi daun katuk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan saja, berdasarkan  kandungan kimia pada daunnya, daun katuk juga bisa digunakan untuk zat warna alam.


Toksonomi tanaman katuk menurut Backer dan Brink (1963) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotiledoneae
Sub kelas         : Monochleamydae (Apetalae)
Bangsa             : Euphorbiales
Suku                : Euphorbiceae
Marga              : Sauropus
Jenis                 : Sauropus androgynus L Merr



Tanaman ini memiliki susunan daun seolah-olah berdaun majemuk tetapi jika dilihat dengan seksama berdaun tunggal karena di ketiak daunnya terdapat bunga warna merah bercampur putih. Perawakannya berupa perdu dengan tinggi 2-3 meter dan batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin berwarna hijau. Daunnya kecil dan menyirip ganda dengan jumlah anak daun banyak,jumlah daun per cabang berkisar antara 11-12 helai. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air.
Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Kandungan kimia katuk adalah protein, lemak, kalsium, fosfat, besi, vitamin A, B, C, steroid, flavonoid dan polifenol. Pemanfaatan tanaman ini sebagai obat tradisional sangat bervariasi, seperti untuk pelancar ASI, obat demam, obat bisul dan darah kotor. Selain itu akarnya berkhasiat sebagai obat frambusia, susah kencing dan obat panas (ASTUTI, 1997).
Polifenol adalah kelompok zat kimia ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun pada musim gugur. 

            Sebagaimana kita ketahui Polifenol adalah senyawa yang mempunyai lebih dari satu senyawa fenol. Senyawa fenol dan glikosida fenolik dengan beberapa jenis yang berbeda tersebar luas di alam dan ditemukan dalam banyak kelas dari komponen alam yang mempunyai  cincin aromatik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987).
            Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon, dua cincin benzena bergabung dengan rantai karbon tiga linier.
           

            Kerangka diatas, dapat direpresentasikan sebagai C 6 - C 3 - 6 C sistem. Flavonoid merupakan salah satu kelas yang paling karakteristik dari senyawa dalam tanaman yang lebih tinggi. Flavonoid Banyak mudah diakui sebagai pigmen bunga di keluarga Angiosperm sebagian besar (tanaman berbunga). Namun, kejadian mereka tidak terbatas pada bunga, tetapi mencakup semua bagian tanaman.  
            Secara  umum kromogen plavonoid mengandung gugus, biasaya pada posisi 3, 5, 7, 3’ dan 4’ senyawa dengan R1 = H dikenal dengan flavonon, sedang bila dibanding flavonols. Beberapa contoh yang dikenal baik adalah
                             Persian Barries (R1=R2=R4=R5= -OH ; R3=OCH3)

Quersin ((R1=R2= R3=R4=R5= -OH )
                             Weld (R1=H; R2= R3=R4=R5= -OH )


Flavonoid umumnya berwarna kuning dan intensitas cahayanya akan lebih kuat bila gugus pada posisi yang berdekatan adalah gugus OH, contoh R4=R5= OH. Turunan flavonoid seperti maclurin merupakan benzofenon yang tersubstitusi dan mempunyai warna kuning kecoklatan


Pewarna alam tersebut akan memberikan warna kuning kecoklatan pada wol dan sutra ketika dicelup dengan cara dimordan dengan alumunium. Flavonoid selain dalam daun katuk juga dapat ditemukan pada bunga-bungaan, jeruk dan ceri. ( Bahan ajar praktek kimia zat warna, 2005)

DAFTAR PUSTAKA
  • ASTUTI, Y., B. WAHJOEDI dan M.W. WINARNO. 1997. Efek diuretic infus akar katuk terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat 3(3): 42-43.
  • Bahan ajar praktek kimia zat warna, STTT, Bandung, 2005
  • H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999), Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”, Balai Pustaka,Jakarta
  • Isminingsih (1978), Pengantar Kimia Zat Warna, STTT, bandung.
  • J.B. Harborne, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, (Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro), Penerbit ITB, Bandung, 1987
      Sebenarnya artikel diatas hasil gerilya kelompok aku, untuk bahan praktikum Kimia Zat Warna setelah berbagai pertimbangan dan bahan yang rata-rata sudah di *booking* kelompok lain, kami memutuskan memakai daun katuk untuk bahan pembuatan zat warna alam. :P
Tunggu update terbaru tentang pembuatan zat warna alam dari bahan daun katuk (masih dalam proses ekstraksi J ). 

NB : UPDATE XD

Ekstraksi ! (dari kiri) batang nangka, kulit buah manggis, daun mengkudu, daun katuk :P 

daun katuk *kasih garem lansung jadi sayur :PP*

Hasil ekstraksi pertama

mencoba mencelup dengan filtrat hasil ekstraksi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar