Warisan
budaya leluhur memang banyak ragamnya apalagi di Negara yang multikultur
seperti Indonesia, setiap wilayah mempunyai ciri khas budaya dan warisan
leluhur yang berbeda satu sama lainnya. Begitupun dengan Desa Tenganan, Bali
yang merupakan Desa Bali Aga (keturunan Bali asli), yang sangat terkenal dari
budaya daerah ini adalah Kain Gringsing yang sangat sakral. Kain Gringsing
adalah satu-satunya kain tradisional Indonesia yang menggunakan teknik-teknik
dobel Ikat yang pembuatannya mencapai 2-5 tahun, karna itulah harga kain ini
meroket hingga puluhan juta rupiah. Kata Gringsing berasal dari kata ‘gring’
yang berarti sakit dan ‘sing’ yang berarti tidak dan digabungkan menjadi ‘tidak
sakit’, maknanya seperti penolak bala karna itulah Kain Gringsing sangat sakral
bagi warga Tenganan dan kain ini hanya digunakan upacara-upacara keagamaan
seperti upacara potong gigi, pernikahan, Melasti Ke Segare, dll. Kain ini juga
disebut-sebut merupakan alat yang mampu menyembuhkan penyakit dan menangkal
pengaruh buruk. Pakar tekstil juga menyatakan bahwa teknik penenunan kain
gringsing ini hanya dijumpai di tiga lokasi di dunia, yaitu Tenganan
(Indonesia), Jepang,
dan India.
Proses
penataan benang, pengikatan, dan pewarnaan dilakukan pada sisi lungsi dan
pakan, sehingga teknik tersebut disebut dobel ikat. Pada teknik tenun ikat
biasa, umumnya hanya sisi pakan yang diberi motif, sedangkan sisi
lungsi hanya berupa benang polos, atau sebaliknya. Pola yang dibuat pada kain
harus ditenun dengan keterampilan dan ketelitian sehingga setiap warna pada
lungsi akan bertemu dengan warna yang sama pada pakan dan menghasilkan motif
kain yang terlihat tegas. Proses pembuatan kain Gringsing seluruhnya dibuat
dengan tangan dan bahan-bahannya pun hanya dapat diperoleh di kawasan
Tenganan saja.
Tidak
hanya proses penenunannya saja yang rumit tetapi proses pewarnaan kain inipun
sama rumitnya. Kain Gringsing hanya menggunakan 3 warna alam dan bahan dasar
dari alam, yaitu warna hitam, merah dan kuning dan ketiga warna ini didapatkan
dari tiga proses pencelupan. Warna kuning berasal dari benang yang direndam
dalam campuran minyak kemiri dalam air yang bercampur dengan abu, benang
direndam setiap tiga hari sekali selama satu bulan tujuh hari. Buah kemiri
didapatkan dengan mudah di hutan Tenganan.
Warna hitam dengan cara benang
direndam dalam endapan daun nila, kapur sirih, tape ketan dan pisang kayu yang
direndam selama satu bulan awalnya benangnya kan berwarna biru tetapi karena
proses alam juga berubah menjadi hitam. Untuk pewarnaan hitam ini tidak
dikerjakan oleh orang Tenganan tetapi dilakukan orang Desa Bugbug, yang desanya
berada di bagian timur Desa Tenganan. Sedangkan Warna merah berasal dari
rendaman campuran kulit akar mengkudu dengan kulit batang kepundung, awalnya
warnanya kuning tetapi akan berubah menjadi merah. Karna proses pembuatannya
yang begitu sulit maka waktu untuk membuatnya pun semakin lama hingga mencapai
beberapa tahun, tetapi kualitas yang didapatkan pun sebanding karna kain ini bisa
tahan hingga ratusan tahun ini terbukti dari kain-kain yang dipakai warga
Tengasan, rata-rata kain Gringsing yang mereka pakai sudah mencapai usia ratusan
tahun.
Motif
kain Gringsing adalah motif yang diambil dari alam seperti tapak kaki ayam,
bunga cempaka dan motif utama bentuk tanda tambah atau seperti bentuk swastika.
3 warna Gringsing melambangkan arti-arti yang khusus, merah melambangkan api
atau energi dari alam, hitam melambangkan air, putih/kuning melambangkan udara.
Dan bentuk tambah adalah lambang keseimbangan yang digambarkan dalam tubuh
manusia. Apabila 3 unsur api, udara dan air tidak seimbang maka alam dan tubuh
manusia akan mengalami kerusakan dan menjadi sakit.
Pewarnaan
dan proses pembuatannya yang masih tradisional dan dipertahankan itu membuat
orang-orang takjub dan tertarik untuk memilikinya sehingga saat ini banyak kain
Gringsing yang dijual di artshop daerah Bali, walaupun nilai kesakralannya
menjadi berkurang tetapi nilai estetisnya perlu kita apresiasi.
Motif-motif
kain Gringsing banyak menggambarkan tentang arti keseimbangan antara manusia dan
alam lingkungannya, hal ini secara tidak
lansung memperlihatkan bahwa leluhur kita sudah mengajarkan tentang kehidupan
tidak hanya melalui tulisan tapi juga melalui gambar (motif kain). Itulah seni
leluhur yang diwariskan kepada kita tidak hanya nilai estetisnya juga nilai
kehidupannya. Kain Gringsing adalah salah satu warisan budaya yang harus kita
jaga tidak hanya oleh orang Tenganan, Bali saja tetapi juga kita sebagai bangsa
Indonesia.
Sumber: Berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar