Aku melihat buku catatan kau dan menemukan tulisan ini:
“suatu esai tentang kebosananMungkin suatu hari aku akan lari,Tapi lari itu seperti pecundang dan aku bukan pecundangAku tidak akan lariAku akan menatap matahari seperti hari yang bersinar terikTerik yang menyakitkanSilau dan dahagaMatahari baru menyita waktu, seperti rasa yang tak pernah matiApa yang kutulis adalah manifestasi rasa sungkanAku yang berhenti menatap bulan dan terbakar dingin”..
Aku begitu naif kala itu, lihat sekarang? Hari ini?
Kau tetap lah pecundang amatir, yang hanya selalu membual
bahwa kau bukan pecundang.
Ironis
Karna pada akhirnya kau lari dengan ketakutan, tapi
ketika di persimpangan kau menoleh dan terseok-seok menyusuri jalan kembali.
Jalan itu bahkan sekarang licin dan terjal tak seperti
ketika kau menuruninya, sekarang menanjak dan sulit...
Pada akhirnya kau malah menertawakan dirimu sendiri,
berlindung dibalik kata-kata ini.
Kenapa kau sangat takut menjadi pecundang? Ahh ... aku
ingat semua manusia punya ego-nya masing-masing, tentu saja kau juga kan?
Bukankah aku juga manusia? Benar aku baru ingat aku juga
manusia seperti kau, tidak bukan ... aku hanya orang yang kau ciptakan sebagai
kambing hitammu.
Kau masih belum sadar?
Ini hanyalah pembicaraan satu arah antara kau dan aku
Tidak ada dua arah pembicaraan yang sebutkan, karna kau
hanya diam.
Entahlah kusebut kau itu apa, aku hanya kau inginkan
hanya saat kau terpuruk dan tidak punya jalan.
Kau selalu seperti ini, kau bilang kau punya bakat hah?? Kau
sedang melawak.
Dari dulu kau tak punya bakat, kau hanya iri dan merasa
dengan orang lain dan berusaha untuk bisa seperti mereka yang punya bakat
alami.
Kau bodoh tentu saja, kau hanya memanggilku disaat
seperti ini dan menyombongkanku pada saat kau butuhkan.
Pernahkah kau menginginkan aku untuk selalu berjalan beriringan
denganmu? Menyapaku setiap hari bahkan ketika kau senang?
Kau tetap lupa padaku.
Aku memang bukan alami seperti yang lainnya, karna aku
hanya datang ketika kau terus-terusan mendesakku untuk datang ... dulu kau
selalu mengajakku diskusi setiap hari, bermain atau hanya bercerita.
Aku sempat berharap padamu, aku akan terus mendampingimu
tapi akhirnya tetap saja aku hanya hadir saat kau jatuh.
Bukankah ini cerita membosankan? Tentu saja ini sangat
membosankan ... tak bisakah kau mengerti jika kau ingin membuat sesuatu yang
tidak membosankan, buatlah cerita yang manis seolah-olah kau orang lain jangan
hanya menceritakan tentang dirimu. Siapa memangnya yang ingin mendengar tentang
diri orang lain? Hah? Kau sangat lucu ... jika kau menjawab “aku selalu
mendengarkan cerita orang dengan baik “ Itu hanya kau yang bodoh!!! Orang lain tak
sama sepertimu yang hanya bisa mendengarkan mereka, kebanyakan justru mereka
tak berhenti menceritakan tentang diri mereka.
Kau bodoh!
Ah maaf aku menjadi pribadi negatif saat ini, jangan
salahkan aku !!! kau sendiri yang lari dan malah bersembunyi dibelakangku !!
Biasanya aku sangat positif, terlampau positif yang bahkan
selalu melihatmu dari pojokan dengan berbinar sambil menghibur diri bahwa kau
sedang mengejar mimpi lainnya. Mimpi yang dulu pernah kau ucapkan ingin menjadi
orang hebat denganku, aku dulu hanya selalu mengeluh karna aku tidaklah sehebat
yang lain tapi kau bilang hal itu bukanlah hanya tentang bakat tapi bagaimana
kau mengasahnya dan berikrar bahwa kita akan sama-sama ada di sana, ditempat
yang terang ketika orang berbinar melihat kita .. kau mengatakan hal mustahil
kataku, tapi sinar matamu saat itu membuatku percaya bahwa aku juga bisa.
Tapi kau perlahan tak pernah memanggilku kau sibuk dengan
orang lain, orang dari dunia asalmu yang kau sebut manusia... kau sibuk dengan
drama-drama di folder komputermu, sibuk dengan media sosial yang menjengahkan. Kau
beralasan ... kau buntu, tak tahu harus bagaimana denganku; kau mengatakan
bahwa aku hanya ada pada kondisi prima ketika kau bersedih dan jatuh.
Kau. Hanya. Membual.
Lihat aku sekarang !!!!!!!! siapa yang tak berusaha saat
ini? SIAPA?
Kau hanya pecundang bodoh yang bahkan lari dibalik
kata-katanya sendiri tanpa mengatakan itu dia dan menyalahkan bahwa aku yang
menulisnya.
Cih ... kau memang rubah licik!!
Aku kasar katamu??? Bukankah setiap hari kau mengumpat
dalam hati? Hanya cangkangmu yang bersih dan licin,
Maaf aku memang tak bisa dikontrol saat ini, aku sedang
emosi karna pada akhirnya kau memanggilku.
Tidakkah kau merindukanku?
Aku merindukanmu, rindu saat kau berpkir apa yang
sebaiknya kau tulis, rindu saat kau bahkan tak mengerti apa yang telah kau
tulis, dan rindu saat mengagumi dirimu sendiri “aku menulisnya?” dengan
mata berbinar dan bulu tengkuk berdiri ... kau sedang melawak !! kau bahkan mengatakan
aku sangat indah padahal kau menciptakanku dengan otakmu itu, kau tentu hanya menulis tanpa berpikir sepertinya.
Tak usah menjadi orang lain saat denganku, aku tau kau
tak bisa dan ingin membuat diksi-diksi suli, kalimat-kalimat indah romantis
atau bahkan sebuah frasa mengagumkan yang terlihat pintar, tek perlu ... kau
hanya perlu kata-kata sederhana yang mungkin kata orang berbelit-belit karna
kau selalu bercerita memutar dan tak langsung pada inti; itu gayamu, aku
mengerti.
Kau hanya harus menjadi seperti itu. Kau akan
menjadikanku tamengmu pada orang-orang, aku tau. Aku memang melakukan tugasku
seperti yang kau inginkan.
Apakah aku mengatakan terlalu jauh? Terlalu lugas?
Kau bukan pecundang sist, percayalah !
Inilah aku sist,
Bob, 14:33
13/04/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar