“hai sist, kau tak menyapaku
beberapa waktu ini ... ada yang terjadi?” aku bertanya seakan-akan aku
mengetahui apa yang terjadi dan akan dia katakan, seperti biasa memang sist
hanya datang ketika dia membutuhkanku, filosofi semut-gula kami.
“tidak bob, sepertinya kau tidak ramah kali ini” dia menggeleng
dengan enggan dan senyum getirnya.
“jangan bersandiwara
denganku sist, atau menyembunyikan yang terjadi ... walau aku tidak ramah aku
akan tetap mendengarmu dan menerimamu, trust me ... hari ini juga bukan hari
yang mudah buat-ku” aku mencoba
tersenyum dan aku yakin yang aku ekspresikan malah seringai tajam.
“coba hibur aku bob, kali ini saja” kali ini dia tersenyum mantap
dan menatapku yakin.
“aku? Ehm, ayolah hanya
ceritakan apa yang terjadi ... aku memang bukan penasehat yang baik seperti
kamu, tapi aku jamin aku adalah pendengar yang baik” rajukku kemudian tak kalah
mantapnya.
“tak ada yang perlu aku ceritakan, hanya ingin ditemani untuk saat ini
bob” dia hanya menatapku nanar.
“kau selalu seperti ini jika
aku menanyakan yang terjadi ... kenapa kau tak mempercayai siapapun sist? Aku tau
bahwa kau tidak pernah berbagi cerita dengan orang lain, hanya denganku betul
kan?” aku menunjukkan wajah ingin tahuku dan mengalihkan topik pembicaraan.
“who say? Aku sering bercengkrama dengan teman-temanku dan berbagi
cerita” dia menghindari tatapanku kali ini.
“bukan cerita tentang kamu
yang sebenarnya kan? About your feel sist... tentu bukan hal yang seperti itu
yang kau ceritakan, aku tahu pasti itu” aku memberi penekanan pada kata-kata
terakhirku.
“bob, kau memang pendengar setia sekaligus pengamat yang cerdik” dia
menyeringai sekali lagi, dan itu terlihat menakutkan bagiku.
“well, memang aku tak pernah benar-benar bercerita about my feel. Kamu
benar-benar ingin tahu bob? ... oke aku jujur untuk satu hal, aku punya masalah
dengan kepercayaan dan sedikit trauma masa lalu” dia menerawang seakan dia
berkelana ke pikirannya.
“kau tau bob, manusia selalu bisa berpaling ... tentu tidak semuanya aku
tau itu, tetapi jikapun tidak ada yang mungkin tidak bisa menerima seseorang
dengan cerita yang kubawa, itu kemungkinan buruk yang selalu kuhindari selama
ini” dia menatapku dengan sendu.
“lalu bagaimana denganku
sist? aku bagian dari mereka juga kalau begitu” aku memasang kening mengerut,
menandakan ketidak setujuanku.
“ahh bob, kita ini orang yang sama bukan ? ... kita ini bagai simbiosis
mutualisme, aku
bercerita kamu mendengarkan, kamu bercerita aku mendengarkan itu filosofi semut-gula kita selama ini” dia mengelak dan tertawa
membuatku tertegun dengan karakternya.
“oke, filosofi semut-gula ?
aku agak sedih mendengarnya sist ... kukira ikatan antara manusia begitu kuat
tapi hanya sebatas semut-gula?” aku mengalihkan perhatianku pada pintu yang seakan-akan tergelak diantara kami.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTZtLTezhVgFZP41i6Bijjhb8SP3fO1TejkpmenKopYy5UGE6ze1WXAiuKLL3GVAovcQPZYjSovW8Ce1crR9r8_IbDxQxtMpzeRO3Q_8VitP3-oT93mfUDKWmd0f-lvP8BeotxQcGcOd8/s320/Foto3864.jpg)
“aku tau ada yang tak beres denganku, dengan apa yang ku yakini ... tapi
hidup tetap berjalan bagaimanapun kau mengutuk-nya. Manusia dipenuhi dengan
ketidak sempurnaan, jadi jika menyangkut “feel” aku hanya akan berbagi dengan Tuhan-KU
yang tidak akan pernah meninggalkanku bagaimanapun keadaanku, yang tidak akan
pernah menutup pendengarannya, yang selalu mengulurkan kekuatan disaat-saat
sulitku yang tak mungkin bisa mereka lakukan untukku” jeda sesaat, dengan
tarikan nafas yang panjang dia mulai bicara kembali. “aku pernah suatu kali berbicara dan mereka tertawa, kau tau bagaimana
rasanya? Ketika kau mengumpulkan kekuatan terbesarmu untuk berbagi rahasia dan kau
ditertawakan. Sejak saat itu aku berikrar kepada diriku sendiri `just share my
problem with my-God’ mungkin kau heran betapa aku lemah terhadap hal
seperti itu, yang bahkan orang mungkin akan melupakannya hanya dalam hitungan
hari ... tapi bagiku kepercayaan adalah hal penting yang tak kau bagi dengan
begitu mudahnya, itu yang aku yakini
bob” dia mengakhiri ceramah panjang lebarnya dengan wajah sumringah.
“terima kasih kau bahkan
menceritakan hal seperti ini kepadaku, walau aku tetap heran dengan apa yang
kau yakini tapi aku menghormatinya setiap orang memang punya prinsip yang harus
mereka pegang teguh” aku berujar dengan bijaksana, (sama sekali bukan gayaku-)
“aku lega, bahkan aku bisa
membagi hal seperti ini denganmu” tatapannya tajam dan lugas tapi lembut bagai
anak kecil yang polos.
“aku juga selalu membawa
masalahku kepadamu sist, kita memang patner mutualisme-sasi yang baik. Walau aku
terkadang tak bisa selalu memberikan solusi, tapi aku masih menjadi pendengar
yang bisa kau percaya” ucapku dengan mantap.
“selesai dengan prinsipmu,
sekarang ceritakan apa yang terjadi sist? Tentu saja kau harus menyelesaikannya
dengan tuntas...” aku mendelik dengan ekor mataku.
“bob, ternyata kau orang
yang persistant” dia tertawa lagi dengan berbinar.
“entahlah bob, tapi rasanya
akhir-akhir ini terasa aneh bagiku ... semua hal datang padaku dengan tiba-tiba
dan pada saat yang sama. Bukan hal yang luar biasa mungkin, Tuhan memang selalu
punya jalan terbaik untuk kita dengan cara yang tak terduga bahkan dia
memberikan kesempatan lain untukku sesederhana hari ini dimulai. Aku tadinya
berencana menjadi kerikil di kehidupanku saat ini, cukup jadi batu pada masa
lalu itu sudah membuatku punya
pengalaman berharga ... itu cukup tidak untuk kali ini, kerikil saja. Kau pasti
mengerti bob” menghela nafas untuk kesekian kalinya.
“oww... panjang lebar sekali
ceritamu kali ini, aku mengerti. Hanya jalani menurut kata hatimu, jangan memaksakan
hal yang kau tak yakini ... itu hanya menyakitimu pada akhirnya” aku menutup
kata dengan tegas dan mantap.
“kau yang terbaik bob, ...”
dia tersenyum dengan kata terakhirnya dan beranjak pergi.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghdtAQVzZROjribAP1SIaQ0ICqoaEiXPxpy8KqopAVetLtPTvXUbVmFpJFqwjLhnReyiI9nMAmPJsjLBQLCt5tjaMJimZgHyQUW40KODMCMaDXUfAYF0ds6PBoGDUSzaXlxExJWq-Pc7A/s200/IMG0640A.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar